Caribatubara's Blog

Just another WordPress.com weblog

Archive for the ‘Uncategorized’ Category

Inquiry of

with one comment

 

1. commodity: Indonesia Steam Coal in Bulk
2. Discharge Port: Any port in Southern China
3. Required Specifications:

Specification 1: Rejection
Total Moisture (AR) <22% >28%
Ash Content (ADB) ≤25% >33%
Volatile Matter (ADB) < 32% >40%
Fixed carbon (ADB) 43–58%
Total Sulfur (ADB) ≤0.5% >0.8%
GCV (AR) 5700Kcal/Kg <5380Kcal/Kg
NCV (AR) 5300Kcal/Kg <5000Kcal/Kg
HGI (ADB) ≥50 <45
Quantity 200,000MT / month

Specification 2 Rejection
Total Moisture (AR) <12% >16%
Ash Content (ADB) ≤8% >12%
Volatile Matter (ADB) <36% >40%
Fixed carbon (ADB) 43–58%
Total Sulfur (ADB) ≤0.5% >0.8%
GCV (AR) 6200Kcal/Kg <5950Kcal/Kg
NCV (AR) 5700Kcal/Kg <5500Kcal/Kg
HGI (ADB) ≥50 <45
Quantity 200,000MT / month

Written by caribatubara

September 27, 2009 at 05:04

Posted in Uncategorized

UU Minerba Tetap Hormati KP Dan Usaha Jasa Yang Sudah Ada 13 Mei 2009 | 17:28 WIB

leave a comment »

Balikpapan-TAMBANG. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), tetap menghormati izin kuasa pertambangan (KP) dan usaha jasa pertambangan yang sudah ada. Jaminan ini diungkapkan Direktur Teknik dan Lingkungan Ditjen Minerba Pabum, Departemen ESDM, Mangantar S. Marpaung, kepada Majalah TAMBANG, Rabu, 13 Mei 2009.

Marpaung berencana menjelaskan berbagai prosedur pengaturan KP dan usaha jasa pertambangan sesuai UU Minerba yang baru, dalam Seminar yang digelar IES dan Majalah TAMBANG, di arena Kalimantan Mining, Oil & Gas 2009 Exhibition, Balikpapan International Convention Center (DOME), 14-16 Mei 2009.

Marpaung mengatakan, pengaturan KP dan usaha jasa pertambangan dalam UU Minerba yang baru, tidak bertujuan untuk mematikan pelaku usaha yang sudah ada. Justru, lewat pengaturan itu terdapat peluang bagi KP (yang akan berubah menjadi IUP/Izin Usaha Pertambangan) untuk lebih maju.

Hal ini karena dalam pengaturan KP melalui UU Minerba, diatur adanya peningkatan nilai tambah. Juga dilakukan pengendalian produksi dan harga jual, serta kejelasan hak dan kewajiban. “Jadi kepastian hukum dalam berusaha lebih terjamin,” ujarnya.

Demikian pula untuk usaha jasa pertambangan. Dalam UU Minerba yang baru, usaha jasa pertambangan dikelola berdasarkan klasifikasi dan kualifikasi perizin. Usaha jasa pertambangan dibedakan menjadi Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) bagi jasa inti saja, dan diberikan Surat Keterangan Terdaftar.

“Dengan pengaturan yang demikian, maka iklim usaha jasa pertambangan akan jauh
lebih sehat,” tandas Marpaung.

Dalam Seminar yang akan diadakan pada Kamis, 14 Mei 2009, selain Marpaung akan
hadir sebagai pembicara Ketua Umum Asosiasi Usaha Jasa Pertambangan (Aspindo)
Tjahyono Imawan, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia
(APBI) Supriatna Suhala, dan Ketua Kadin Balikpapan.

Suusana DOME sendiri saat ini terlihat cukup meriah. Ratusan perusahaan tambang dan oil & gas sibuk menyiapkan stan pamerannya masing-masing. Acara itu rencananya akan dibuka oleh Gubernur Kalimantan Timur pada Kamis pagi.

Written by caribatubara

May 29, 2009 at 11:20

Posted in Uncategorized

PP Minerba Jangan Sampai Disalip Perda

leave a comment »

Balikpapan – TAMBANG. Pemerintah didesak segera menuntaskan penyusunan empat Rancangan Peraturan Pemerintah Mineral dan Batubara (RPP Minerba), dalam waktu dekat. Pasalnya pemerintah di daerah juga sudah tak sabar, melanjutkan eksploitasi sumber daya pertambangan yang ada di wilayahnya.

“Jika RPP Minerba tak segera terbit, sangat mungkin akan didahului (disalip) oleh berbagai macam perda yang aneh,” ujar salah seorang peserta Seminar “Masa Depan KP dan Usaha Jasa Pertambangan Pasca Terbitnya UU Minerba”, Kamis, 14 Mei 2009, di Balikpapan.

Hal yang sama diungkapkan oleh beberapa peserta seminar lainnya. Mereka sebagian besar adalah pelaku usaha pertambangan, yang daerah operasinya berada di wilayah Kalimantan. Namun tak sedikit pula yang datang dari luar Kalimantan, seperti Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, dan Maluku.

Sebagian peserta mengeluhkan carut marutnya pengelolaan pertambangan di daerah selama ini. Kasus yang paling banyak terjadi adalah tumpang tindih lahan. Selain itu, mereka juga mengeluhkan banyaknya pungutan yang didasarkan pada perda (peraturan daerah), yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi.

Seorang pelaku usaha dari Penajam, Kalimantan Timur, mengaku sudah mendengar selentingan, pemerintah daerah (pemda) setempat akan segera mengeluarkan perda, untuk menafsirkan secara sepihak isi Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Minerba.

Alasan pemda sangat simpel, yakni tidak kunjung keluarnya peraturan pelaksana UU Minerba. Sementara pemda butuh untuk segera melakukan pengaturan, guna meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah). Selain itu, sudah banyak investor lokal maupun asing yang ingin mendapatkan izin usaha pertambangan.

“Kalau sampai perda yang dikeluarkan bertentangan dengan PP, tentu kami pelaku usaha ini yang repot,” jelas seorang peserta lainnya, di hadapan Direktur Teknik dan Lingkungan Ditjen Minerba Pabum, Mangantar S Marpaung, yang hadir sebagai pembicara dalam seminar itu.

Menjawab ini, Marpaung mengatakan pihaknya berupaya menyelesaikan penyusunan RPP Minerba tepat waktu, yakni Juli 2009. Saat ini pemerintah sedang merangkum berbagai masukan dari stakeholders, untuk melengkapi draft RPP yang sudah ada.

“Kami berharap pemda tidak gegabah mengeluarkan perda-perda tanpa berkoordinasi dengan pemerintah pusat. Karena kalau sampai perda-nya bertentangan dengan PP, tentu melanggar hukum,” tambahnya.

Empat RPP Minerba yang saat ini sedang disiapkan pemerintah adalah RPP tentang Wilayah Pertambangan (WP), RPP tentang Kegiatan Usaha Minerba, RPP tentang Pengawasan dan Pembinaan Pertambangan, serta RPP tentang Reklamasi dan Pasca Tambang

Written by caribatubara

May 29, 2009 at 11:19

Posted in Uncategorized

Lahan KK/PKP2B Telantar Bisa Diminta Kembali Oleh Negara

leave a comment »

9 Mei 2009 | 19:54 WIB

Abraham Lagaligo
abraham@majalahtambang.com

Jakarta – TAMBANG. Dalam waktu dekat, pemerintah berencana menertibkan lahan-lahan pertambangan KK dan PKP2B yang diduga ditelantarkan. Para kontraktor diwajibkan menyampaikan rencana kegiatan pada seluruh wilayah kontraknya, sampai dengan jangka waktu berakhirnya kontrak.

Jika tidak, daerah yang tidak diusahakan atau telantar itu bisa diminta kembali oleh pemerintah, untuk ditetapkan sebagai cadangan negara.

Langkah ini merupakan bagian dari pelaksanaan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Mekanisme tersebut, merupakan turunan dari Ketentuan Peralihan yang tercantum dalam Bab XXV UU Minerba.

Sesditjen Minerba Pabum Departemen ESDM, S Witoro Soelarno mengatakan, pihaknya tidak menginginkan adanya penelantaran lahan, dalam wilayah yang telah ditetapkan sebagai wilayah pertambangan.

Maka dari itu, pemegang KK dan PKP2B yang telah melakukan tahapan kegiatan eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, atau operasi produksi paling lambat 1 (satu) tahun sejak berlakunya UU Minerba, wajib menyampaikan rencana kegiatan pada seluruh wilayah kontrak/perjanjian.

“Rencana kerja yang dibuat harus sampai dengan jangka waktu berakhirnya kontrak/perjanjian, untuk selanjutnya mendapatkan persetujuan pemerintah,” ujarnya kepada Majalah TAMBANG.

Jika memang pemegang KK dan PKP2B tidak bisa menyampaikan rencana kerjanya, maka lahan yang diberikan bisa ditarik kembali oleh pemerintah, untuk ditetapkan sebagai cadangan negara. Saat ini pemerintah sedang mempersiapkan materi bahan penyesuaian, untuk dibicarakan bersama dengan pemegang KK dan PKP2B.

“Hal tersebut merupakan amanat Bab XXV Ketentuan Peralihan UU No. 4 Tahun 2009,” tandasnya.

Pengaturan lahan telantar ini, merupakan jawaban atas keluhan banyak pihak, tentang banyaknya lahan KK dan PKP2B yang ditelantarkan (tidak digarap) oleh kontraktornya. Bahkan informasi yang masuk ke Majalah TAMBANG menyebutkan, ada lahan yang tidak digarap hingga lebih 10 tahun.

Selama ini pengusaha tambang yang serius namun bermodal kecil, kesulitan mendapatkan lahan-lahan tersebut. Akibatnya, tidak ada kontribusinya apa pun terhadap penerimaan negara.

(Selengkapnya tentang serba-serbi pelaksanaan UU Minerba bisa diikuti di “Klinik UU Minerba” Majalah TAMBANG, pada Edisi Cetak, Juni 2009)

Written by caribatubara

May 29, 2009 at 11:16

Posted in Uncategorized

KADIN Sampaikan Masukan RPP Minerba

leave a comment »

Jakarta – TAMBANG. Setelah bekerja selama kurang lebih tiga bulan, Kelompok Kerja (Pokja) Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia berhasil merampungkan penyusunan masukan untuk draft Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Mineral dan Batubara (RPP Minerba). Draft masukan itu, Jumat, 22 Mei 2009, disampaikan ke pemerintah dan diterima oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Minerba Departemen ESDM, Bambang Setiawan. Usai diterima Bambang, draft masukan RPP Minerba KADIN itu langsung dibahas secara marathon, di lantai 5 kantor Ditjen Minerba Pabum, Jl Prof Dr Soepomo 10 Jakarta. KADIN menyampaikan draft masukan untuk dua RPP, yakni RPP Wilayah Pertambangan (WP) dan RPP Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba. Selain Bambang, dari Tim Pemerintah tampak hadir Sesditjen Minerba Pabum S Witoro Soelarno, Direktur Pembinaan Program Sukma Saleh Hasibuan, Direktur Teknik dan Lingkungan Mangantar S Marpaung, Kasubdit Penerimaan Negara Paul Lubis, serta Kasubdit Hukum dan Perundang-Undangan M Fadhli. Sedangkan dari KADIN, hadir diantaranya Wakil Ketua Komite Tetap Pertambangan dan Bahan Galian Industri, Juangga Mangasi Mangunsong, yang juga Sekretaris Pokja Penyusunan Masukan untuk RPP Minerba. Selain itu hadir pula Direktur Eksekutif APBI Supriatna Suhala, Hendra Sinadia dan Ratih Amri yang mewakili IMA, serta Wawa J Sungkawa dari PERHAPI. KADIN juga menghadirkan pakar hukum pertambangan dari Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Dr Abrar Saleng, SH, MH. Pokja KADIN sendiri dipimpin oleh Abdul Latief Baky, yang juga menjabat Wakil Ketua Komite Tetap Batubara dan Panas Bumi KADIN Indonesia. Pokja itu dibentuk dan sudah mulai bekerja sejak 27 Februari 2009. Sepanjang pembahasan masukan KADIN terhadap RPP Minerba, penuh diwarnai perdebatan. Dimulai sejak pukul 14.00 WIB, perdebatan paling alot ialah pada pasal-pasal RPP WP, yang mengatur tentang penetapan Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). KADIN meminta kriteria penetapan satu atau beberapa WIUP dalam satu WUP, diatur tuntas dalam PP. Sementara dalam draft RPP WP versi pemerintah, selain lewat PP ketentuan teknis mengenai kriteria tersebut juga akan ditetapkan melalui peraturan menteri (Permen). “Kami meminta kriteria teknis tentang penetapan WIUP diatur tuntas dalam PP. Jadi kegiatan investasi tidak harus terhenti hanya gara-gara menunggu Permen-nya terbit,” ujar Ratih Amri. Perdebatan pun berlangsung sengit, sampai akhirnya Bambang Setiawan setuju ketentuan yang mensyaratkan adanya Permen dihapuskan. Hal lain yang mengundang perdebatan panjang, ialah tentang penetapan WUP bahan galian C di atas WUP mineral atau batubara. UU Minerba sendiri mengamanatkan, semua material ekonomis yang ada dalam suatu WUP tidak boleh terbuang sia-sia. Termasuk bila dalam WUP batubara atau mineral terdapat kandungan batuan golongan C seperti kerikil, sirtu, dan sebagainya. “Jadi yang penting WUP yang diterbitkan belakangan, harus menghormati WUP yang sudah ada terlebih dahulu. Kalau mau menggali kerikil yang ada di lahan tambang emas, jangan sampai penambangan emasnya terganggu. Demikian pula sebaliknya,” ungkap Witoro menengahi perdebatan. Selanjutnya, dalam draft RPP WP pemerintah ditambahkan bahwa perlu dibubuhkan catatan. Yakni perlunya satu pasal baru tentang persyaratan penetapan WUP baru di atas WUP yang sudah ada, dengan tujuan menghormati WUP yang sudah ada lebih dulu. Sampai berita ini diturunkan, pembahasan RPP WP masih berlangsung di Soepomo. Pembahasan masukan KADIN untuk draft RPP WP itu berlangsung sampai pukul 22.00 WIB. Sedangkan pembahasan masukan KADIN untuk RPP Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba, dilanjutkan keesokan harinya, Sabtu, 23 Mei 2009, di tempat yang sama. Seperti diketahui, pemerintah telah menyusun draft empat RPP sebagai penjelas dan pelaksanaan UU 4/2009 tentang Pertambangan Minerba. Yakni RPP tentang Wilayah Pertambangan (WP), RPP tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Minerba, RPP tentang Pengawasan dan Pembinaan Pertambangan, serta RPP tentang Reklamasi dan Pasca Tambang. Kalangan dunia usaha dan stakeholders pertambangan diminta memberikan masukan, sebelum empat RPP itu difinalisasi pada Juli 2009 mendatang.

Written by caribatubara

May 29, 2009 at 11:16

Posted in Uncategorized

Pengusaha Batubara Desak Bunga Turun

leave a comment »

JAKARTA APBI-ICMA : Perusahaan tambang yang tergabung dalam Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) mengharapkan perbankan nasional segera menurunkan suku bunga menyusul makin turunnya BI Rate.

Direktur Eksekutif APBI Supriyatna Suhala di Jakarta, Selasa mengatakan, sekarang ini, perbankan cenderung tidak segera menurunkan suku bunga mengikuti BI Rate yang kini sudah 7,5%. “Kami harapkan perbankan segera ikuti penurunan suku bunga BI Rate,” katanya.

Menurutnya, perbankan nasional bisa menurunkan suku bunga dari sebelumnya 14-15 persen menjadi 11-12 persen. “Saya pikir dengan spread 4-5 persen dengan BI Rate sudah cukup bagi perbankan,” ujarnya.

Supriatna juga mengatakan, sebagian besar perusahaan tambang batu bara skala besar yakni generasi satu hingga tiga yang telah melakukan penambangan cukup lama memang menggunakan dana perbankan asing.

Namun, tambahnya, perusahaan generasi selanjutnya sejak 3-4 tahun lalu sudah mulai memanfaatkan perbankan dalam negeri. “Bank-bank nasional itu biasanya berkonsorsium membiayai investasi tambang batubara,” katanya.

Written by caribatubara

April 11, 2009 at 04:49

Posted in Uncategorized

Cari: Alat Berat Kena Pajak, Pengusaha Batubara Gugat UU PDRD

leave a comment »

JAKARTA APBI-ICMA : Kalangan pengusaha batubara yang tergabung dalam Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menggugat UU nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Mereka keberatan atas pasal 2 ayat 1 UU tersebut yang berisi kendaraan bermotor yang bergerak di jalan darat dan menggunakan mesin terkena pajak kendaran bermotor. Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Supriatna Suhala, aturan tersebut tidak adil karena alat-alat berat yang digunakan untuk operasional pertambangan juga termasuk sebagai kendaraan yang kena pajak. “Kalau begitu kan traktor yang digunakan petani harusnya kena pajak juga,” katanya ketika dihubungi detikFinance, Kamis (2/4/2009). Menurutnya, tak adil jika alat berat seperti buldozer disamakan dengan alat transportasi yang berkeliaran di jalan raya dan dikenakan pajak yang sama. Padahal, buldozer dan alat berat lain tidak diperkenankan masuk ke jalan raya. “Buldozer itu kan bukan alat transportasi tapi alat angkut. Kalau orang bayar pajak mobil itu kan menggunakan jalan umum, tapi kalau buldozer saya kan nggak boleh masuk jalan raya,” katanya. Dengan kondisi ini seperti inilah, Supriatna menilai pengusaha pertambangan sudah dirugikan. Karena meskipun sudah membayar kewajiban pajak kendaraan bermotor, namun alat beratnya tetap tidak bisa masuk ke jalan raya. “Kami menilai ini bertentangan dengan UU karena kami bayar kewajiban tapi dapat hak yang berbeda,” tegasnya. Menurut Supriatna, besaran pajak yang diberlakukan bisa berbeda di setiap propinsi karena ini merupakan peraturan daerah. Propinsi yang saat ini sudah menerapkan adalah Kalimantan Timur. “UU pajak daerah ini menggantikan UU nomor 18 tahun 1999. Di UU nomor 18 itu alat berat tidak masuk kategori ini,” katanya. Ia menjelaskan, sebenarnya ada 12 asosiasi yang keberatan atas aturan tersebut, namun cuma APBI yang mengajukannya judicial review ke Mahkamah Konstitusi. “Kita minta itu di-review, diterima atau tidak yang penting usaha. Karena kami lihat ada kejanggalan disitu,” katanya. Kejanggalan yang dimaksud Supriatna ini sudah dirasakan sejak lama, yaitu sejak UU dan peraturan pemerintah (PP) nomor 65 tahun 2001 yang terkait diterbitkan. Namun karena pembicaraan dengan pemerintah memakan waktu lama, maka batas pengajuan review PP yang hanya 180 hari jadi kadarluarsa. “Sebetulnya sudah usaha bicara dengan pemerintah, tapi pemerintah kalau sudah ada UU-nya dan PP-nya (no 65/2001), katanya tinggal dilaksanakan saja. Sebenarnya kami mau review PP-nya ke MA tapi sudah kadaluarsa, PP kan kalau mau di-review tidak boleh lebih dari 180 hari. Kalau UU bisa kapan pun,” oleh Supriatna Suhala. Sumber : detikcom, Jakarta 02 April 2009

Written by caribatubara

April 5, 2009 at 12:04

Posted in Uncategorized

Bupati Lahat Mendadak Kunjungi PT Bukit Asam

leave a comment »

11-02-2009
Bupati Lahat Mendadak Kunjungi PT Bukit Asam

Pemkab Lahat dan PT Bukit Asam (PTBA) segera menjalin kerja sama setelah beberapa waktu lalu terlibat sengketa atas kepemilikan kuasa pertambangan (KP) di wilayah Merapi.

Rencana tersebut terungkap saat Bupati Lahat Syaifudin Aswarie Rivai meninjau lokasi pertambangan perusahaan milik negara tersebut. Bupati mengakui, selama ini sempat terjadi ketegangan antara Pemkab Lahat dan PTBA seputar kepemilikan KP di wilayah Merapi.

Namun, menurut dia, persepsi tersebut perlu diubah karena saat ini perusahaan milik negara tersebut sedang mengeksploitasi 6.000 ha lahan batu bara milik Kabupaten Lahat. “Jadi sudah saatnya pemkab mengajak PTBA ikut andil dalam pembangunan daerah ini. Kita perlu menjalin kerja sama dan pembinaan bersama untuk membangun Lahat.

Sementara persoalan persengketaan biarkan lembaga peradilan yang menyelesaikan. Selama ini imej PTBA merosot drastis karena cenderung memberi bantuan pembangunan untuk Kabupaten Muaraenim daripada Lahat,”kata Aswarie. Namun, persoalan sengketa menjadi jelas dengan adanya pertemuan Pemkab Lahat dengan PTBA. Dia menegaskan, selama ini Pemkab Lahat belum pernah meminta bantuan kepada PTBA untuk program pembangunan seperti yang dianggarkan Pemkab Muaraenim. “Peluang bagi pembangunan di Lahat tidak kami ketahui karena miskomunikasi. Untuk itu, kami tekankan peranan PTBA demi kemajuan masyarakat Lahat,”katanya. Sementara itu, Direktur Utama PTBA Sukrisno mengatakan, pihaknya siap menjalin kerja sama dengan Pemkab Lahat sebagaimana hubungan yang sudah terjalin dengan Pemkab Muara Enim.Bahkan,selama empat tahun ke depan, pihaknya menjanjikan peningkatan produksi dari akhir 2008 yang mencapai 10 juta ton per tahun menjadi 50 juta ton per tahun.

“Dalam kurun waktu empat tahun mendatang kami akan melakukan perbaikan kelemahan yang kami miliki, khususnya angkutan kereta api yang hanya berkapasitas 9 juta–10 juta ton. Kami rencanakan terjadi peningkatan mencapai 20 juta ton. Kami berharap peningkatan kapasitas produksi membuat sumbangsih perusahaan terhadap daerah meningkat,”kata Sukrisno.

Written by caribatubara

March 23, 2009 at 03:05

Posted in Uncategorized

Pemerintah Tetapkan 3 PP Terkait Batubara

leave a comment »

18 Maret 2009 | 15:22 WIB

Alamsyah Pua Saba
alam@majalahtambang.com

TAMBANG- Pertambangan batubara di Indonesia masih memberikan prospek yang sangat bagus dan akan terus berkembang dengan baik. Selama ini, pertambangan batubara juga memberi kontribusi yang cukup besar bagi perekonomian Indonesia. Sejak tahun 2006, Batubara memberikan kontribusi dari 15 persen menjadi 30 persen bagi pembangunan daerah dan nasional.

Hal tersebut disampaikan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro, saat menjadi pembicara utama dalam conference dan workshop pertambangan 2009, bertajuk “Save Indonesian Coal” yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), di hotel Grand Melia Jakarta, 18 hingga 20 Maret 2009.

“Prospek ke depan, batubara akan berkembang dengan baik, kebutuhan domestik juga meningkat sehingga domsetik market juga bergerak dengan baik,” ujarnya.

Lebih lanjut ia mengungkapkan, saat ini pemerintah tengah mempersiapkan 3 peraturan pemerintah terkait dengan batubara. Pertama soal Domestic Market Obligation (DMO), kemudian soal Indonesian Coal Index (ICI) serta ketiga soal wilayah cadangan nasional. Awalnya, kata Menteri lagi, ketiga hal tersebut akan dikuatkan dalam Peraturan Menteri (permen), namun setelah dilihat bahwa dibutuhkan aturan yang lebih kuat, maka disusun dalam PP.

DMO diatur dalam PP, karena ditrigger oleh kbutuhan 10 ribu megawat untuk kebutuhan PLN yang diperkirakan membutuhkan 72 juta ton per tahun.

Kemudian, pemerintah sejak setahun silam, sudah menetapkan revenew di sektor pertambangan tidak hanya minyak tetapi juga gas dan batubara. Karena itu, selain ada asumsi harga dan produksi minyak, akan ada pula asumsi harga dan produksi gas serta batubara.

“Parlemen sudah setuju bahwa revenue tidak hanya untuk minyak dalam asusmsi makro tetapi ada untuk gas dan batubara. ICI dibutuhkan untuk mendapatkan leverage,” terangnya.

Sementara soal wilayah pencadangan nasional, hal tersebut kata Purnomo, sejalan dengan amanat Undang-undang nomor 4 tahun 2009, yang bisa mengatur tambang komoditi tertentu termasuk batubara, termasuk dalam pertambangan strategis nasional.

Purnomo mengakui, meski Undang-undang pertambangan yang baru sudah terbit, namun di lapangan, persoalan-persoalan kecil masih kerap terjadi. Untuk meminimalisir berbagai masalah yang muncul di lapangan, pemerintah mengakomodirnya dalam PP.[]

Written by caribatubara

March 20, 2009 at 03:47

Posted in Uncategorized

PTBA Siapkan Pembangunan Lima Jalur KA

leave a comment »

19 Maret 2009 | 21:32 WIB Abraham Lagaligo abraham@majalahtambang.com Jakarta – TAMBANG.

Produsen batubara terbesar ke-5 di Indonesia, PT Tambang Batubara Bukit Asam, Tbk (PTBA), berkomitmen untuk mendukung sektor kelistrikan nasional. Namun hal itu terkendala masih minimnya infrastruktur pengangkutan dari site menuju pelabuhan. Mengatasi kendala itu, salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pertambangan ini, menyiapkan pembangunan lima jalur kereta api (KA), yang bakal mentransportasikan 130 juta ton batubara per tahun. Hal ini diungkapkan Direktur Operasional PTBA, Milawarman, saat presentasi pada hari ke-2 “Conference & Workshop Indonesian Coal 2009”, yang diselenggarakan Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI), di Hotel Gran Melia Jakarta, Kamis, 19 Maret 2009. Menurutnya, rencana produksi batubara PTBA tahun 2009 ialah sebesar 225 juta ton. Dari keseluruhan jumlah itu, 75 juta ton diantaranya digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik (dalam negeri), dan 150 juta ton diekspor. Jatah domestik itu sebagian besar untuk mendukung sektor kelistrikan nasional, yakni sebagai bahan bakar PLTU sebesar 61,7 juta ton per tahun. “Namun jatah yang besar untuk sektor kelistrikan ini, distribusinya masih terhambat oleh minimnya infrastruktur transportasi,” ujar Milawarman. Maka dari itu, sejak awal 2009 PTBA telah menyiapkan pembangunan lima jalur KA batubara, yang akan mampu mentransportasikan sekitar 130 juta ton batubara per tahun. Lima jalur KA yang sedang disiapkan adalah, peningkatan jalur KA (existing) Tanjung Enim (TE) – Lampung (berkapasitas 20 juta ton/tahun), pembangunan jalur KA TE – Lampung (berkapasitas 20 juta ton/tahun), pembangunan jalur KA TE – Tanjung Api-Api (berkapasitas 50 juta ton/tahun), pembangunan jalur KA TE – Bengkulu Pulau Baai (berkapasitas 20 juta ton/tahun), dan pembangunan jalur KA TE – Bengkulu Linau (berkapasitas 20 juta ton/tahun). Selain itu, untuk mendukung sektor kelistrikan nasional, PTBA juga merencanakan pembangunan PLTU mulut tambang. Lima lokasi baru PLTU mulut tambang yang sudah disiapkan itu adalah, PLTU Banko Tengah (4 x 600 MW) di Tanjung Enim, PLTU Banjarsari (2 x 100 MW) di Tanjung Enim, PLTU Tanjung Enim (3 x 10 MW) di Tanjung Enim, PLTU Peranap (2 x 10 MW) di Peranap Riau, dan PLTU Tarahan ( 2x 8 MW) di Lampung.

Written by caribatubara

March 20, 2009 at 03:21

Posted in Uncategorized